Breaking NewsTRIVIA

Perlunya Perhatian dan Pembinaan Terhadap Kelompok Anarko di Sumsel

Oleh : Dr. Arief Wisnu Wardhana, SH., M.Hum

PALEMBANG BARU, Opini – Kata “anarki” berasal dari bahasa Yunani, awalan an (atau a), berarti “tidak”, “ingin akan”, “ketiadaan”, atau “kekurangan”, ditambah archos yang berarti “suatu peraturan”, “pemimpin”, “kepala”, “penguasa”, atau “kekuasaan”. Atau, seperti yang dikatakan Peter Kropotkin, anarki berasal dari kata Yunani yang berarti “melawan penguasa”.(Kropotkin’s Revolutionary Pamphlets, hal 284). Meski kata-kata Yunani anarchos dan anarchia seringkali diartikan “tidak memiliki pemerintah” atau “ada tanpa pemerintah”, seperti yang dapat dilihat, arti orisinil anarkisme yang tepat bukanlah sekedar “tidak ada pemerintah”. “Anarki” berarti “tanpa  suatu peraturan” atau lebih umum lagi, “tanpa kekuasaan”, dan dalam pemahaman inilah kaum anarkis terus menggunakan kata ini. Karena negara adalah bentuk “tertinggi” dari hierarki, kaum anarkis, sesuai definisi, adalah anti negara; namun definisi ini tidak cukup untuk menjelaskan anarkisme. Artinya kaum anarkis yang sesungguhnya melawan semua bentuk organisasi hierarkis , tidak hanya negara.

Dalam pernyataan Brian Morris: Term anarki berasal dari Yunani dan secara esensial berarti ‘tanpa aturan’. Kaum anarkis adalah orang-orang yang menolak semua bentuk pemerintahan atau kekuasaan koersif, semua bentuk hierarki dan dominasi. Secara ideologis, anarkisme mengambil berbagai bentuk dan spektrum dari aliran kiri maupun kanan, termasuk sampai ekstrem kanan yang berwatak individualistik. Lokasi konflik anarkisme terletak pada titik antara negara dan masyarakat, kendatipun terdapat berbagai aliran pemikiran mengenai hal ini.

Namun demikian, semua jenis anarkis memiliki sebuah pendekatan dasar. Kaum anarkis menempatkan prioritas yang tinggi pada kebebasan, menginginkannya baik untuk diri sendiri maupun orang lain. kaum anarkis menganggap esensial untuk menciptakan suatu masyarakat yang didasarkan pada tiga prinsip: kebebasan, persamaan dan solidaritas, yang saling terkait.

Sebuah masyarakat anarkis akan menjadi ciptaan manusia, bukan prinsip ketuhanan atau transendental lainnya, Karena “tidak ada yang pernah menyusun dirinya, paling tidak dalam hubungan dengan manusia. Manusia lah (demikian) yang menyusunnya, dan mereka melakukannya sesuai dengan tingkah laku mereka serta pemahaman terhadap sesuatu.” (Alexander Berkman, ABC of  Anarchism, hal 42). Anarkisme mendasarkan dirinya pada kekuatan pemikiran dan kemampuan orang untuk bertindak dan mengubah kehidupannya berdasarkan apa yang mereka anggap benar.

Gerakan Anarkisme di Indonesia

Anarki, anarkis atau anarkisme acap kali ditafsirkan sebagai kegiatan negatif oleh setiap pendengarnya. Hal ini disebabkan masyarakat, khususnya di Indonesia mengalami bias dalam menerjemahkan sejumlah kata tersebut. Penyebabnya antara lain minimnya referensi bacaan dari kacamata sejarah, pemikiran filsafat dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

Pada gilirannya, anarki sering kali diterjemahkan menjadi aktivitas bernuansa destruktif, huru-hara, kekacauan, kerusuhan, pemberontakan dan chaos. Sementara itu anarkis mengacu pada pelaku yang disebut sebagai orang pembuat onar, perusuh, pengacau maupun pemberontak.

Perlu diketahui, gagasan anarkisme sudah lahir bahkan sebelum naskah proklamasi dibacakan. Sekira tahun 1923, Soekarno menulis tentang anarkisme dan dimuat dalam Harian Pikiran Ra’jat. Meski begitu, belum jelas kapan tepatnya gerakan anarkisme muncul di Indonesia. Jika menarik lebih ke belakang, gagasan anarkisme sempat diperkenalkan oleh orang-orang Belanda beraliran sosial demokrat atau sosialis.

Saat itu, Edward Douwes Dekker dengan nama samaran ‘Multatuli’ (1820-1887) mengkritik sistem kolonialisme di Hindia Belanda lewat sejumlah tulisannya Karya tulis Multatuli yang menyerang pemerintah kolonial telah menggugah opini publik, pada awal abad ke-20. Ia mengangkat kebrutalan kolonialisme Hindia Belanda. Teks bacaan miliknya memberi pengaruh signifikan pada pekerja anarkis dan sindikalis di Belanda.

Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, tidak ada tanda-tanda adanya gerakan anarkis dalam bentuk apapun di negara ini. Elit politik negara baru menggunakan label “anarkisme” untuk mengutuk lawan-lawan mereka. Setelah tahun 1945, para pekerja mulai secara spontan merebut rel kereta api, perusahaan industri dan perkebunan, membangun kontrol atas mereka, dan pihak berwenang setempat menjuluki gerakan ini “anarko-sindikalisme”

Abdulmajid, yang menjadi pemimpin mahasiswa Indonesia setelah keberangkatan Hatta, dan kaum sosialis lainnya “membawa” ungkapan anarko-sindikalis dari Belanda. Seperti pada bulan Februari 1946, Wakil Presiden Hatta secara terbuka menyerang “sindikalisme,” berbicara pada sebuah konferensi ekonomi di Yogyakarta bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah melewati kontrol negara.

Presiden Soekarno, pada gilirannya, mengkhawatirkan kecenderungan “anarko-sindikalis” di Partai Buruh Indonesia yang diciptakan oleh serikat pekerja. Akan tetapi tuduhan ini tidak ada kaitannya dengan gerakan anarkis atau anarko-sindikalis yang sesungguhnya.

Gerakan anarkisme diperkirakan muncul kembali ke permukaan sekitar tahun 1990-an. Masa pemerintahan Soeharto atau sering disebut Masa Orde Baru rupanya punya andil besar di balik kemunculan kaum anarkis. Pada saat itu, kaum anarkis identik dengan kelompok Punk.

Sekira tahun 1993-1994, mengutip dari laman Anarkis.org, punk Indonesia muncul dengan mengedepankan aktivitas anti-kediktatoran dan anti-fasis. Mereka membangun hubungan dengan gerakan sosial dan gerakan buruh.

“Pada waktu itu anarki identik dengan punk, dan beberapa orang di komunitas itu mulai menaruh perhatian lebih pada ideologi dan nilai anarkis. Sejak saat itu, wacana anarkis mulai berkembang di antara individu dan kolektif di komunitas punk/hardcore, dan kemudian berada dalam kelompok aktivis, pelajar, pekerja yang lebih luas”

Dialog dan diskusi diawali dengan mengangkat pertanyaan, “bagaimana menciptakan kelompok dan organisasi secara non-hierarkis dan terdesentralisasi?”

Pertama, majalah-majalah kecil mulai diterbitkan, yang isinya membahas masalah gerakan-gerakan sosial; terkait feminisme, nilai anarkis, anti-kapitalisme, perlawamam sosial, anti-globalisasi, ekologi dan lain-lain.Akses ke Internet juga turut memfasilitasi penyebaran anarkisme. Masalah serius waktu itu adalah kurangnya literatur anarkis dalam bahasa Indonesia.

Gerakan anarkisme di Indonesia muncul dengan beberapa gejala. Salah satunya ditandai dengan terbentuknya affiniti (kelompok kolektif kecil) di sejumlah wilayah di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Yogyakarta hingga Makassar, Manado, Palembang dan Medan.

Kelompok anarkis menyelenggarakan beberapa aksi maupun kongres, saat kondisi kelompok tersebut belum begitu stabil. Di Jakarta misalnya, Komite Aksi Rakyat Tertindas dan Anti-Fasis-Rasis Action bekerja menyebarkan informasi tentang anarkisme dan teori-teorinya, sekitar akhir 1990-an dan awal 2000-an. Sementara di Kota Bandung, kolektif konter-kultur aktif melakukan aksi langsung “dalam kehidupan sehari-hari.

Pada 2001 di Jawa Barat, sekelompok anarkis memproklamirkan gagasan membentuk sebuah “anarko-platformis” dan gerakan anarko-sindikalis.Pasang-surut masalah mewarnai perjalanan kelompok-kelompok anarkis di Indonesia. Banyak kelompok yang kolaps karena umur dan pemahaman soal ide anarkisme masih seumur jagung. Perbedaan cara pandang dan karakter anarkis tiap individu dalam kelompok juga memengaruhi usia kelompok-kelompok tersebut.

Pada tanggal 1 Mei 2007, kelompok-kelompok seperti Affinitas (Yogyakarta), Jaringan Otonomis (Jakarta), Apokalips (Bandung), Jaringan Otonomi Kota (Salatiga), aktivis individu dari Bali dan Semarang, juga beberapa orang dari band punk Jakarta melakukan koordinasi. Penyatuan ini untuk memulai gerakan tertentu yang disebut dengan “Jaringan Anti-Otoritarian”. Aksi May Day tahun 2007 mengumpulkan lebih dari 100 orang dan menandai kemunculan anarkisme di dalam pandangan publik.Setelah itu, kelompok-kelompok baru muncul di berbagai kota, dan anarkisme mengambil bagian aktif dalam demonstrasi sosial, tindakan melawan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, dll.

Perkembangan Isu Aksi Anarko pada 18 April 2020

Di tengah pandemi corona, isu kemunculan gerakan anarko Indonesia kembali menarik perhatian masyarakat. Sebab baru-baru ini, polisi berhasil mengungkap hubungan tindakan vandalisme dan kelompok anarko di Indonesia. Seperti yang dilansir CNN, Sabtu (11/4/2020), polisi menyebut kelompok anarko sedang menyusun skenario penjarahan besar-besaran di Pulau jawa.

“Mereka berencana melakukan aksi besar, aksi vandalisme di Pulau Jawa pada 18 April 2020. Tujuannya menciptakan keresahan dan memanfaatkan masyarakat untuk melakukan keonaran hingga penjarahan,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dalam konferensi pers belum lama ini.

Kabar besar itu diketahui oleh polisi dari pemeriksaan telepon genggap milik salah seorang anggota kelompok anarko yang ditahan usai melakukan aksi vandalisme di Tangerang, Kamis (9/4/2020) lalu. Nana membeberkan motif pelaku vandalisme di Tangerang, yakni ketidakpuasan terhadap pemerintah. Para pelaku memiliki latar belakang yang berbeda, namun didominasi oleh pemuda yang mempunyai pandangan sendiri terhadap pemerintah. Beberapa di antaranya berstatus pelajar SMA, mahasiswa, bahkan pengangguran.

Menulis kata-kata provokatif dengan cat semprot di ruang-ruang publik.  Dalam aksi vandalisme mereka menuliskan kalimat-kalimat yang provokatif misalnya “Kill the rich”, “Sudah Krisis Saatnya Membakar”, “God Hate State, Insurrection Now” hingga “ Mau Mati Konyol atau Melawan” .Tulisan tersebut kemudian diberi tanda khusus yaitu huruf A besar dalam lingkaran.

Pembinaan  Kelompok  Anarko

Keberadaan kelompok  anarko di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera-Selatan belum terlalu banyak menarik perhatian publik, walaupun pemerintah melalui instansi terkait sudah cukup lama mengamati dan mengidentifikasi keberadaan dan perkembangannya ditengah masyarakat.

Kelompok  anarko  cenderung melakukan gerakan penyusupan dan bersifat  sporadis, termasuk dilakukan melalui media sosial. Keberadaan dan perkembangan gerakan kelompok anarko bersifat timbul dan tenggelam, pada saat ini perlu disikapi secara serius, terutama dalam kondisi negara yang tidak normal disebabkan wabah covid 19, dengan semua dampak yang ditimbulkannya.

Dalam kondisi seperti ini sangat rentan dan mudah emosi masyarakat tersulut untuk diajak melakukan hal-hal yang mengarah ke anarkisme dan perbuatan melawan hukum lainnya. Tentu saja upaya untuk melakukan pembinaan terhadap  kelompok anarko bukanlah  hal yang sederhana, sebab persoalannya sudah bersifat kompleksitas. Upaya penyadaran diri kelompok anarko di wilayah Sumatera Selatan  agar kembali menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab, bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Diperlukan dukungan serta koordinasi yang baik oleh semua pihak yang terkait mulai dari  tokoh agama, tokoh masyarakat, Tokoh adat, Lembaga-lembaga sosial dan keagamaan,serta Aparat pemerintah dan utamanya apa yang sudah dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Selatan selama ini.

Sumber Tulisan : 
https://www.wartaekonomi.co.id/read280876/menengok-perkembangan-kelompok anarko- di-indonesia.

https://jabar.idntimes.com/news/jabar/axel-harianja/anarko-sindikalis-libatkan-pelajar-regional-jabar/

https://www.bantuanhukum.or.id/web/gagap-menghadapi-kelompok-anarko/

https://news.harianjogja.com/read/2019/05/10/500/991178/memahami-anarko-sindikalis-berdasarkan-penuturan-figur-sentral gerakan-penjelasan-dari-pengamat/

Redaksi Palembang Baru

Tinggalkan Balasan