PALEMBANG BARU – Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Indonesia, Palembang menjadi kota tertinggi di Sumbagsel dan Babel dalam transaksi uang elektronik, yang hingga kini capai Rp 265,76 miliar dari 159.008 kali transaksi. Kondisi itu pun diperkuat dengan peningkatan jumlah pemegang uang elektronik yang capai 308.788 pengguna dari sebelumnya hanya 188.599 pengguna pada priode kwartal 1 tahun 2019.
Hal itu diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia provinsi Sumsel, Yunita Resmi Sari di sela-sela kegiatan Coffe Morning bersama para stake holder dan perwakilan Media di kantor Bank Indonesia, Kamis (26/9/2019).
Data itu, lanjut Yunita, menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap transaksi non tunai. Ini menurutnya sungguh mengejukan karan berdasarkan himpunan DPK, Palembang justru meningkat lebih dari 9 persen dibandingkan tahun lalu pada priode yang sama. Bahkan peningkatan DPK dari produk tabungan dan giro itu jauh melebihi pertumbuhan nasional yang hanya 6 persen saja.
“Sungguh ini mengejukan kita. Jika anda melihat kondisi paar sepi mungkin karena kesadaran masyaraat menggunakan transaksi non tunai yang tinggi inilah memicu transaksi di pasar-pasar tradisional sepi. Warga cenderung menggunakan uang untyk transaksi di spaar-pasar modern yang sudah mengadopsi transaksi non tunai,” katanya.
Menurutnya, pertumbuhan transaksi uang elektronik yang tinggi, mengindikasikan preferensi masyarakat terhadap penggunaan uang digital yang terus menguat dan tendensi integrasi UE dalam ekosistem digital yang meluas.
Yunita juga menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 yang memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,00%.
Kebijakan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah di bawah titik tengah sasaran dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat.
Selain itu, kebijakan ini ditempuh sebagai respon terhadap perlambatan ekonomi global, dan sejalan dengan kebijakan Bank Sentral negara maju maupun berkembang yang melakukan relaksasi kebijakan moneter.
“Untuk memperkuat bauran kebijakan dalam mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial untuk meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan dan mendorong permintaan kredit pelaku usaha,” katanya.
Relaksasi ditempuh melalui penyempurnaan Pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah dan pelonggaran Rasio Loan to Value /Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan Properti sebesar 5%, Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor pada kisaran 5 sampai 10%, serta tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit atau pembiayaan properti dan Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing sebesar 5 persen.
Ketentuan tersebut berlaku efektif sejak 2 Desember 2019. Sementara itu, kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana kita ketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan di triwulan II 2019 mencapai 5,80% (yoy) atau tertinggi di Sumatera.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan inflasi yang terkendali menunjukkan perekonomian Sumatera Selatan dalam kondisi yang baik. Ke depan diharapkan dengan adanya kebijakan relaksasi Makroprudensial, semakin mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan. Sementara itu, saat ini stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, disertai dengan risiko kredit yang terkendali dan fungsi intermediasi yang tetap berlanjut.
Perkembangan ini tercermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni sebesar 3,2% pada Bulan Agustus 2019. Sementara itu, pertumbuhan kredit berdasarkan lokasi bank pemberi kredit di Sumatera Selatan saat ini masih menunjukan penurunan dari 4,42% (yoy) pada Bulan Juli 2019 menjadi 3,32% (yoy) pada Bulan Agustus 2019.
“Dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh meningkat menjadi 9,86% (yoy) pada bulan Agustus 2019 dari 9,39% (yoy) pada bulan Juli 2019 yang didorong oleh pertumbuhan giro,” katanya.
Pertumbuhan kredit perbankan nasional diprakirakan dalam kisaran 10-12% (yoy) pada 2019 dan 11-13% (yoy) pada 2020, sementara DPK nasional diprakirakan dalam kisaran 7-9% (yoy) pada 2019 dan 8-10% (yoy) pada 2020.
Kelancaran Sistem Pembayaran tetap terjaga baik tunai maupun nontunai. Transaksi Tunai pada triwulan II 2019 menunjukkan posisi net outflow sebesar Rp1,69 triliun meningkat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar Rp88,02 miliar.
Laporan : Dede