PALEMBANG BARU – Gerakan reformasi mengalami klimaks di tahun 1998 yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari jabatan presiden memiliki arti yang sangat besar bagi perjalanan bangsa Indonesia. Rezim otoriter yang menguasai negara ini hingga tiga dasawarsa akhirnya tumbang akibat desakan rakyat yang dibangkitkan lewat gerakan mahasiswa.
Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa golongan muda (pemuda) memiliki peran yang sangat penting dalam setiap perubahan yang mewarnai negeri ini. Dimulai pada tahun 1908 yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo yang merupakan tonggak awal peran pemuda dalam mengawal perubahan bangsa, hingga pada tahun 1998 lewat gerakan mahasiswa, di mana golongan pemuda kembali mempersembahkan perubahan negeri ini lewat momentum reformasi yang sejalan mengarahkan bangsa ini pada episode baru kehidupan berdemokrasi.
Diselenggarakannya pemilihan umum pada tahun 1999 yang melibatkan tidak kurang dari 48 partai politik menjadi pertanda kembali dimulainya era demokrasi yang sesungguhnya. Pertumbuhan partai politik di era reformasi yang luar biasa cepat, pada kenyataannya tidak dibarengi oleh kualitas partai politik yang mumpuni. Kemunculan banyak partai dalam pemilu 1999 dan 2004 ternyata tidak serta merta membuka kesempatan bagi pemuda untuk mengambil peran lebih banyak dalam gelanggang kepemimpinan nasional. Kursi kepemimpinan baik di daerah maupun nasional diduduki oleh tokoh-tokoh yang sudah lama berkecimpung di dunia perpolitikan nasional. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri ada beberapa tokoh muda yang berhasil mengisi beberapa pos kepemimpinan nasional.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sistem multi partai yang ada sekarang belum mampu secara efektif dimanfaatkan sebagai sebuah peluang besar bagi pemuda untuk mentransformasi perannya. Salah satu sebab kurang optimalnya peran pemuda di era multipartai adalah kurang dijadikannya pemilu 1999 dan 2004 sebagai momentum untuk tampilnya pemuda atau mahasiswa pada pergerakan nasional. Meskipun ada pemuda yang masuk ke dalam parlemen hal itu justru dipandang banyak kalangan sebagai bentuk keterlenaan dan kelupaan pemuda pada perjuangan reformasi.
Berdasar uraian diatas menurut Rendi Giring, SE maka diperlukan telaah kritis mengenai partisipasi politik pemuda dalam mewujudkan efektivitas sistem multi partai, hal tersebut sangat penting mengingat upaya tersebut mendesak untuk dilakukan di tengah derasnya isu kepemimpinan kaum muda dalam paradigma masa depan Indonesia. Telaah kritis ini merupakan upaya dalam memberikan wacana baru bagi perkembangan dunia demokrasi di Indonesia. (**)
Penulis : Rendi Giring,SE
Wakil Sekretaris DPW Partai Perindo Sumsel