Palembangbaru.com, PALEMBANG – Konstruksi adalah salah satu industri yang sangat kompleks, hal ini karena dalam proyek konstruksi terdapat multi disiplin ilmu dan berurusan dengan orang banyak yang memiliki kepentingan masing-masing. Kondisi ini pula yang membuka peluang sengketa menjadi lebih besar.
Prof Dr H Joni Emirzon SH Mhum FCBarb, Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) mengatakan, Pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UU No. 2/2017) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, penyelesaian sengketa konstruksi yang semula ditempuh melalui 2 (dua) jalur, yakni jalur pengadilan dan di luar pengadilan mengalami perubahan.
“Setelah terbitnya UU No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi, sengketa konstruksi terlebih dahulu diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila para pihak yang bersengketa tidak menemukan kesepakatan, maka penyelesaian ditempuh melalui tahapan penyelesaian sengketa yang diatur dalam kontrak kerja konstruksi. Kemudian apabila penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi, maka para pihak dengan persetujuan tertulis mengatur mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang dipilih,”ujarnya saat Over View Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Hotel Swarna Palembang, Sabtu (24/3/2018)
Dijelaskannya, Adapun tahapan-tahapan penyelesaian sengketa sesuai UU No. 2/2017 adalah:
- Para pihak yang bersengketa terlebih dahulu melakukan musyawarah untuk mufakat;
- Apabila musyawarah tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa disesuaikan berdasarkan kontrak kerja konstruksi;
- Apabila penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak, maka penyelesaian sengketa ditempuh melalui tahapan sebagai berikut:
- Mediasi;
- Konsiliasi, dan;
- Arbitrase
- Jika penyelesain sengketa tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi, maka para pihak yang bersengketa membuat tata cara penyelesaian yang dipilih
Mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi diantara para pihak lebih menekankan penyelesaian di luar jalur pengadilan. Hal ini tidak terlepas dari keunggulan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dimana setidaknya terdapat beberapa keunggulan, yaitu:
“-Pertama, Kerahasian sengketa terjaga. Kerahasian merupakan suatu keunggulan yang dapat diperoleh ketika menggunakan jalur di luar pengadilan. Hal ini disebabkan oleh karena proses hingga putusan penyelesaian sengketa tidak dipublikasikan kepada publik. Keunggulan ini tentu akan berimplikasi kepada hubungan antara para pihak yang bersengketa tetap baik, sehingga kelangsungan pekerjaan tetap dapat dilanjutkan.
-Kedua, sengketa diputus oleh pihak penengah (mediator, konsiliator, arbiter) yang mengerti bidang konstruksi. Hal ini dikarenakan para pihak yang bersengketa dapat bebas memilih pihak penengah yang akan memutus atau memberi anjuran terkait sengketa yang sedang terjadi. Artinya para pihak dapat memilih pihak penengah yang memiliki pengetahuan konstruksi. Hal ini tidak terlepas dari sifat sengketa konstruksi bersifat teknis, sehingga pihak yang menjadi penengah dapat memutus atau memberi anjuran secara tepat.
-Ketiga, jangka waktu relatif singkat. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memiliki keunggulan secara waktu dalam penyelesaian sengketa. Artinya, penyelesaian sengketa dapat diselesaikan secara cepat daripada penyelesaian melalui jalur pengadilan. Hal ini tentu akan berimplikasi terhadap kepastian yang akan diterima para pihak yang bersengketa, seperti: kepastian atas kelangsungan pekerjaan, pembayaran pekerjaan. Kondisi sesuai dengan kebutuhan dari para pihak dimana sengketa dapat terselesaikan dengan tidak mengancam keberlangsungan pekerjaan dan hubungan baik diantara para pihak,”tandasnya.(NT)