Palembangbaru.com, PALEMBANG – Perseteruan yang saat ini terjadi di dalam tubuh Partai Hanura sedikit banyak dapat mempengaruhi elektabilitas partai Hanura sendiri di Pileg 2019 mendatang. Karena sedikit atau banyak masyarakat akan terpengaruh dengan konflik internal tersebut.
Hal ini di ungkapkan Ketua DPD Partai Hanura Sumatera Selatan hasil munaslub 2016, H.Mularis Djahri yang mengatakan tren turunnya elektabilitas Partai Hanura secara nasional sebenarnya di mulai sejak kepemimpinan Oesman Sapta Oedang (OSO) dan semakin menurun setelah adanya konflik internal yang terjadi saat ini.
” Kalau masalah ini (konflik internal Hanura) tidak segera diselesaikan maka pengaruh elektabilitas itu pasti ada, bisa menurun. Tapi menurunnya seberapa bisa sedikit atau banyak,” yang pasti tren menurunnya elektabilitas ini kita perhatikan sejak hanura di pimpin oleh OSO,” jelas mularis kepada media di kediamannya komp Poligon, Musi Dua Palembang, Sabtu (27/1).
Ditambahkan Mularis bahkan ada hasil survei di tingkat nasional Partai Hanura hanya mendapatkan 1,3 persen suara pemilih. Artinya, kalau terus di biarkan Hanura bisa tidak akan lolos ke parlemen karena tak melewati ambang batas 3,5 persen.
“ Jelas ini sangat mengkuatirkan bagi kita namun masih ada waktu untuk berbenah menuju Pemilu 2019 apa lagi kedepan kita akan menghadapi verifikasi faktual KPU untuk itu semua kader hanura harus kembali bersatu untuk kembali membesarkan dan berjuangan untuk partai,”terangnya.
Sementara perkembangan terakhir dari konflik intern di partai hanura Kedua kubu, kubu Oesman Sapta Odang (OSO) dan Daryatmo, sebelumnya di kabarkan sudah sepakat untuk berdamai. Namun, belum ada titik temu dalam tahapan rekonsiliasinya.
Wakil Sekjen Partai Hanura kubu Daryatmo, Dadang Rusdiana mengungkapkan, dalam pertemuan terakhir tim rekonsiliasi pada Kamis (25/1/2018) malam, kubu OSO menolak usulan kubu Daryatmo.
“Kami menyayangkan sikap dari kubu Manhattan (OSO) yang saya kira tidak mencerminkan rekonsiliasi dengan sungguh-sungguh,” ujar Dadang dalam jumpa pers di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (26/1/2018).
Menurut Dadang, sebenarnya kedua kubu sudah sepakat untuk memulai rekonsiliasi dari nol. Namun, saat pembicaraan tim dimulai, kedua kubu punya pandangan berbeda soal titik awal itu.
Kubu Daryatmo, kata dia, ingin agar titik nol tersebut dimulai dari hasil Munaslub akhir 2016. Artinya, kepengurusan partai dipegang oleh OSO sebagai Ketua Umum dan Safaruddin Sudding sebagai Sekjen.
Namun, kubu OSO ingin agar titik awal itu dimulai dari kepengurusan yang sudah disahkan oleh Menkumham belum lama ini. Artinya, Ketua Umum dijabat OSO dan Sekjen dijabat oleh Herry Lontung.
“Itu kami anggap tidak adil,” Pukasnya. (RED)