PALEMBANG, PB – Sejumlah perwakilan dari perusahaan tambang maupun transportir batubara yang terkait dalam penggunaan jalan umum di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) dipanggil Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel, Rabu (9/8).
Mereka diminta datang untuk memberikan keterangan seputar operasional yang dilakukan saat ini. Perusahaan yang dipanggil diantaranya perusahaan tambang Bumi Sumatera Energi (BSE) dan Bumi Sekundang Enim Energi (BSEE). Sementara perwakilan transportir diwakili PT Energate Prima Indonesia (EPI).
Kepala Dinas ESDM Sumsel, Hendriansyah melalui Kabid Teknik dan Penerimaan Minerba, Armaya Sentanu mengatakan, dalam pertemuan tersebut, ada beberapa poin kesepakatan yang disanggupi pihak perusahaan. Pertama, perusahaan akan meningkatkan intensitas penyiraman jalan umum yang dilintasi truk pengangkut batubara.
“Hal itu untuk menjawab keluhan dari masyarakat mengenai debu yang ditimbulkan akibat angkutan batubara,” kata pria yang akrab disapa Tanu tersebut.
Poin lainnya, kata Tanu, perusahaan segera merealisasikan jalan khusus batubara yang saat ini tengah dibangun. Menurut Tanu, perusahaan transportir yakni PT EPI tengah membangun jalan khusus batubara yang menghubungkan pelabuhan yang ada di Desa Perambatan, PALI ke lokasi tambang PT BSE dan BSEE.
Pembangunan jalan tersebut, lanjutnya, tinggal menyisakan sekitar 11 kilometer lagi. “Target dari perusahaan sendiri tahun ini. Realisasinya sekarang sudah 75 persen. Jadi memang tinggal beberapa kilometer lagi yang belum,” terangnya.
Sehingga, perusahaan masih meminta izin kepada pemerintah daerah untuk menggunakan jalan umum tersebut. “Kalau jalan ini sudahh terealisasi, kedepannya tidak akan ada lagi angkutan truk batubara yang melintasi jalan umum. Ini kami minta komitmennya dari perusahaan agar bisa segera terealisasi,” bebernya.
Menurut Tanu, perusahaan sebenarnya memiliki pilihan jalan khusus yang lokasinya cukup dekat dengan lokasi tambang. Yakni jalan Servo yang dikelola PT Servo Lintas Raya (SLR), anak perusahaan Titan Grup. Hanya saja, perusahaan tambang lebih memilih mengangkut ke Pelabuhan EPI lantaran jaraknya lebih dekat.
“Kalau ke Jalan Servo, mereka harus bangun jalan yang lebih jauh lagi. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan jalan itu tidak sedikit,” terangnya.
Dia menjelaskan, jalan Servo sebenarnya bisa digunakan untuk mengangkut batubara jenis apa saja. Baik yang memiliki kalori tinggi ataupun rendah. Tergantung dari kesepakatan perusahaan tambang dengan pengelola jalan itu sendiri. “Sebenarnya tinggal kesepakatan antar perusahaan saja. Baik dari sisi harga maupun lainnya. Kalau memang ada kesepakatan, ya bisa saja diangkut dari sana (Jalan Servo),” ucapnya.
Penggunaan jalan umum untuk angkutan batubara sebenarnya tidak hanya terjadi di Kabupaten PALI saja. Di Kabupaten Muara Enim, pengangkutan batubara sebagian besar masih menggunakan jalan umum. Khususnya untuk tambang yang ada di kawasan Tanjung Enim dan sekitarnya. Begitupun di kawasan Kabupaten Muratara dan Kota Lubuklinggau.
Namun, hal itu tidak bisa terelakkan lantaran kebutuhan energi yang saat ini cukup tinggi. “Industri pertambangan juga saat ini telah menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Sehingga mau tidak mau harus mendapat dukungan. Namun, kami mengimbau agar seluruh perusahaan tambang bisa bersinergi untuk membuat jalur khusus pengangkutan dan tidak mengganggu masyarakat umum yang melintasi jalan,” tandasnya.
Batubara PALI Dianggap Tidak Layak Lewat Jalan Servo
Persoalan melintasnya angkutan batubara di jalanan umum Kabupaten PALI sebenarnya bisa diminimalisir apabila batubara hasil pertambangan yang ada di PALI bisa melintasi jalan Servo.
Namun, perusahaan tambang yang ada di PALI tidak sanggup memenuhi biaya atau ongkos angkut yang diperlukan karena batubara yang dihasilkan memiliki kalori yang rendah. Hasil penjualan batubara mereka tak mampu untuk menutupi ongkos pengangkutan.
“Kalau terkait lewat servo itu sebenarnya urusan perusahaan (tambang,red). Kami transportir hanya sebatas mengangkut hasil tambang ke pelabuhan sesuai dengan ongkos yang diberikan dan diarahkan oleh pihak tambang,” kata perwakilan perusahaan transportir PT Mitra Artha Sinergy (MAS), M Napoleon saat dibincangi wartawan.
Apalagi, sambung Napoleon, kadar batubara yang dihasilkan tambang di wilayah PALI kadarnya jauh lebih kecil ketimbang tambang yang ada di Kabupaten Lahat dan Muara Enim. “Kadar batubara yang diangkut kami lebih kecil dari tambang-tambang yang ada di Lahat yang mengangkut lewat jalan Servo. Jadi mungkin dianggap tidak layak lah,” katanya.
Kondisi pelabuhan Servo dan pelabuhan PT EPI pun jauh berbeda. Sehingga, berbagai pertimbangan inilah yang membuat tambang yang ada di PALI memilih untuk mengirim batubaranya lewat pelabuhan EPI.
“Jalan servo itu kan pelabuhannya berbeda dengan PT EPI,” terangnya.
Terpisah, Ketua Forum Aktivis PALI (FAP), Wisnu Dwi Saputra mengatakan, pengangkutan batubara melalui jalan umum jelas telah merugikan masyarakat akibat dampak yang ditimbulkan. Dia meminta perusahaan tambang segera mengalihkan pengangkutan batubaranya melalui jalan khusus.
“Kita tidak tahu dan tidak mengetahui bagaimana sistemnya untuk masuk melintas dijalur khusus batu bara tersebut entah mahal ataupun syarat yang harus dipenuhi. Yang jelas itu merupakan salah satu opsi jika pihak perusahaan serius, bukan merusak jalan umum seperti ini,” tandasnya. (Son)