Jakarta, PB– PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) resmi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dan Head of Agreement (HoA) untuk pengembangan energi panas bumi pembangkit listrik dengan total kapasitas 530 megawatt (MW). Penandatanganan dilakukan di Jakarta, Selasa (5/8), disaksikan langsung oleh CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan P. Roeslani.
Kerja sama ini mencakup 19 proyek panas bumi yang tersebar di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Rinciannya, 7 proyek brown field berkapasitas 230 MW, 8 proyek yellow field berpotensi 175 MW, dan 4 proyek green field berpotensi 125 MW. Sebanyak 440 MW akan dikerjakan dengan skema hulu oleh Pertamina melalui Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan hilir oleh PLN Group, sedangkan 90 MW sisanya akan dikembangkan bersama melalui co-generation.
Rosan P. Roeslani menegaskan bahwa pengembangan energi panas bumi adalah bagian dari agenda strategis nasional untuk memperkuat ketahanan energi dan mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon. “Setiap inisiatif pengelolaan aset strategis akan kami jalankan dengan tata kelola akuntabel, profesional, dan sesuai standar internasional,” ujarnya.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyatakan PLN berperan sebagai lokomotif transisi energi dan berkomitmen memperbesar porsi energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional. “Kolaborasi dengan Pertamina dan PGE yang difasilitasi Danantara adalah langkah nyata mempercepat pembangkitan rendah karbon sekaligus menjaga ketahanan pasokan energi,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menegaskan pihaknya akan memaksimalkan potensi wilayah kerja panas bumi. “Kami siap mempercepat realisasi proyek strategis yang berkontribusi pada target transisi energi nasional dan peningkatan bauran EBT,” kata Simon.
Selain proyek utama, PLN Indonesia Power (PLN IP) dan PGE juga menandatangani Consortium Agreement untuk pilot project PLTP Ulubelu Binary 30 MW dan PLTP Lahendong Binary Unit 15 MW yang ditargetkan beroperasi pada 2027.
Kolaborasi strategis ini diharapkan menjadi pendorong percepatan transisi energi nasional, memperkuat kemandirian energi, dan membuka peluang pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan. (IKA)