Pendidikan

DKP Gelar Apresiasi Puisi Dua Penyair

PALEMBANG, HS – Lusinan bahkan ratusan karya judul puisi sudah ditulisnya.  Inilah dua penyair Handry TM dari Semarang dan Amanda Maida Lamhati dari Palembang yang tak cuma pandai ‘merasa’, tapi juga ahli membacakan bait-bait puisi di atas panggung. Karya-karya puisi yang disuguhkan  merengkuh masa kini, menggali masa lalu, dan meneropong masa depan.

Beberapa carik kertas masih digenggamannya. Isinya kumpulan bait puisi yang ia tulis sejak tahun 1979 hingga sekarang. Pada karya puisinya yang berjudul ‘Karena Aku Bukan Penyair’, itu begitu menancap di benak Amanda Maida Lamhati–sehari-hari akrab disapa Fir Azwar. Ya. Barangkali dunia kesastraan telah lama membuat kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Palembang ini jatuh cinta.

“Jika Anda melihat sesuatu dengan sastra, Anda akan menyadari bagaimana hebatnya karya-karya sastra. Termasuk bait-bait di dalam puisi,” cetus Fir Azwar.

Pada acara Apresiasi Puisi yang digagas Dewan Kesenian Palembang digelar Rabu 22 November 2017 di ruang pertemuan SMA Negeri 10 Palembang, Fir Azwar tampak berpenampilan sederhana; mengenakan kaos berkerah merah lengan pendek. Namun begitu, lelaki berkacamata itu merasakan betul ada semacam perbedaan antara dahulu dengan zaman sekarang, jika berbicara tentang bagaimana karya-karya sastra.

“Kalau dulu ada pelajaran Bahasa Sastra Indonesia, namun sekarang justru yang ada Bahasa Indonesia. Lalu, pelajaran sastranya ke mana…?,” ia mempertanyakan.

Maka, Fir Azwar betekad, selaku kepala sekolah, ia mengusung visi SMA Negeri 10 Palembang sebagai sekolah yang berkualitas karakternya, religius yang berwawasan lingkungan, dan memiliki daya kreasi.

“Dengan ilmu, hidup jadi berguna. Dengan agama, hidup jadi terarah. Lalu, dengan seni hidup menjadi indah. Ketiganya kita kolaborasikan di sekolah ini,” Fir menuturkan.

Boleh dibilang Amanda Maida Lamhati nama sahabat pena Fir Azwar muncul sejak 1979. Kala itu, Fir Azwar yang terbiasa membaca dan mengirimkan tulisan ke beberapa majalah anak.

“Iseng-iseng sih nulis puisi lalu saya kirim ke majalah anak. Ya, dari situlah awalnya saya memilih nama Amanda Maida Lamhati. Dan, alhamdulillah puisi yang saya tulis mengalir begitu saja…,” ucap Fir yang sudah menulis 600 judul puisi.

Penonton Apresiasi Puisi yang sebagian besar utusan pelajar SMA dan SMK se-kota Palembang beserta kepala sekolah dan para seniman juga disajikan dengan musikalisasi puisi yang ditampilkan komunitas “Dulur”. Komunitas yang dimotori oleh Iir Stoned, Filuz Mursalin, Ali Goik, Astro, dan personil lainnya mempertontonkan puisi-puisi yang ditulis Handry TM dan Amanda Maida Lamhati.

“Insyaallah, komunitas Dulur ini akan masuk ke sekolah-sekolah. Harapan kita, ya musikalisasi puisi juga dapat berkembang di generasi terpelajar,” kata Iir Stoned.

Tibalah saatnya pembacaan karya puisi duo penyair di hadapan undangan. Usai Fir Azwar membacakan karya puisinya yang berjudul ‘Karena Aku Bukan Penyair’, giliran Handry TM untuk memperkenalkan antologi karya puisinya terbaru berjudul Eventide. Buku ini merupakan gabungan dari antologi puisi Telepon, Tuhan ke Mana Cinta, dan Rumah Cokelat ke Cinta.

“Saya mau tanya, siapa yang tak lagi memiliki Ibu…? Ayo, silakan tunjuk tangan…!. Nah, di buku puisi Eventide ini lebih dari sepuluh judul puisi yang berkisah soal Ibu,” sambung Handry.

Penyair kelahiran 23 September 1963 itu bahkan pernah terlibat dalam antologi bersama, seperti Antologi Puisi Indonesia tahun 1987, Antologi Puisi Lawang Sewoe tahun 1995, Maha Duka Aceh tahun 2005, Requiem  bagi Rocker tahun 2012, Negeri Abal-abal tahun 2013, Antologi Puisi Kumandang Sastra dan Syair Persahabatan Dua Negara.

“Ada yang mau membacakan buku puisi saya…? Dapat buku, lho..?,” Handry menawarkan ke penonton yang hadir.

Tentunya, kesempatan itu  menjadi kepuasan tersendiri bagi hadirin. Menurut Handry TM, kalau sebuah karya puisi bukan hanya dipandang, namun juga menawarkan gagasan-gagasan. Seperti puisinya yang berjudul ‘Laut’.

“Bagaimana mungkin seniman bisa berbagi pengalaman bila ia sendiri tak menyimpan pengalaman itu?,” ucap Handry.

Lazimnya karya-karya di sebuah puisi, lanjut Handry, ada yang berangkat dari pengalaman yang ditimba dari keseharian atau dari mana saja, yang disadari atau tidak, tapi begitu menyentuh, menggetarkan, dan mengharu-biru seluruh kediriannya.

Adegan pertunjukan Apresiasi Puisi akhirnya membuai animo penonton. Lihatlah, satu per satu seniman asal Semarang dan Sumatera Selatan turut membacakan karya-karya puisi. Ada Anto Narasoma dan Syaiful Bahri. Pun secara giliran utusan para pelajar SMA dan SMK ikut berpartisipasi membacakan karya puisi Amanda Maida Lamhati dan Handry TM.

Tepat pukul 15.35 WIB, Vebri Al Lintani si pembawa acara Apresiasi Puisi dan Musikalisasi Puisi bersiap membagi-bagikan 25 buku antologi puisi Eventide milik Handry TM kepada undangan yang hadir. Syaratnya..? Peserta yang bisa menjawab pertanyaan berhak memiliki buku tersebut.

“Dan yang paling menarik dari Apresiasi Puisi ini adalah dengan segala kepedihan dan kepahitan dalam karya penyair, bagaimanapun kita sedang mencoba optimistis dan percaya pada nilai-nilai puisi. Terimakasih penyair Handry TM. Terimakasih untuk penyair kita, Amanda Maida Lamhati yang telah menjadi saksi sejarah lewat puisi-puisinya. Kita bangga memiliki penyair yang terus berkarya seperti mereka,” tutup Vebri Al Lintani yang juga Ketua Dewan Kesenian Palembang. (**)

 

Redaksi Palembang Baru

Tinggalkan Balasan