PALEMBANG, Palembangbaru.com – Wakaf merupakan salah satu instrumen yang tertinggi setelah zakat. Potensi wakaf sebesar 10 T pertahunnya. Tapi karena kurangnya pemahaman dan regulasi sehingga saat ini hanya sebesar 130M saja wakaf yang dapat dikumpulkan.
Diketahui dampaknya sangat besar dalam kebudayaan Islam. Diharapkan seluruh pihak mesti melihat dan menggemas wakaf ini dengan baik maka. Dalam wakaf non muslim pun dapat berpartisipasi serta pemanfaatan juga tidak dibatasi.
“Seminar ini mencari solusi agar wakaf bisa berkembang. Pertama mendset wakaf perlu ada dan benar,” ulas Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf Indonesia Iwan Agustiawan Fuad saat seminar Nasional tentang Revitalisasi dana Wakaf di Aula Pasca Sarjana UIN Palembang Jumat (17/11/2017).
Seperti contoh wakaf yang baik yaitu pada zaman Rasulullah dimana Abu Bakar mewakafkan kebun terbaiknya sehingga bisa di manfaatkan hasilnya. Kemudian Utsma mewakafkan sumur yang dibelinya dari kaum Yahudi. Kemudian sumur tersebut diserahkan kepada umat Islam. Sebaiknya untuk wakaf sebaiknya tanah yang strategis, pabrik, kebun yang produktif. Jika sudah ada hasilnya maka hasil itulah yang akan dibagikan. Pokoknya atau sumbernya tetap dikelola dengan baik.
” Baiknya wakaf merupakan salah aset yang baik. bukan aset yang tidak baik, kebun yang sudah rusak, tanah yang jauh dan tidak strategis,” harapnya.
Pertama yang harus dibenahi dari wakaf adalah nasirnya atau pengelola wakaf. Nasir harus mempunyai skill yang baik. Kedepannya nasir harus memiliki sertifikasi sehingga kemampuan dari nasir itu sendiri diakui.
Badan Wakaf Indonesia sudah ada sejak 2004 melalui UU. Tidak seperti zakat yang sudah ada sejak tahun 1991. Diharapkan semua elemen yang ada ikut mendukung seperti komunitas, pemerintah ikut jadi ini menjadi kepetingan bersama. Sebab manfaatnya bisa dirasakan oleh semua pihak.
“Wakaf artinya melepaskan artinya wakaf menjaga orang agar tidak terlalu cinta dengan bumi. Seminar ini juga diharapkan bisa memberikan penjelasan dan pemahaman kepada para mahasiswa mengenai wakaf secara terperinci lagi,” jelasnya.
Sementara itu direktur Pasca Sarjana UIN Prof Dr Duski Ibrahim MAg mengatakan, masalah wakaf sendiri belum disosialisasikan secara maksimal. Saat ini hanya betsifat optimal dan masif saja. Memang UU wakaf sudah ada sejak 2004 lalu. Namun baru pada 2015 ini ada
Badan wakaf Indonesia Provinsi. Sedangkan di Kabupaten lain baru tersebut awal tahun ini berdiri. Jadi kinerja dan kerja dari badan Wakaf sendiri belum dilihat dan dirasakan oleh kalangan masyarakat umum. Badan Wakaf sendiri masih tergabung dengan Kementerian Agama. Jadi masalah sosialiasi wakaf tentu terkait dengan anggaran dari kemenag.
“Karenah terbatasnya dana maka sosialisasi wakaf sendiri hanya satu kali dalam setahun. Itupun baru untuk internal kemanag saja, belum ada sosialisasi kemasyarakatan luar,” bebernya.
Melalui seminar ini nanti diharapkan para mahasiswa dapat menjadi kader wakaf. Sehingga dapat mensosialisasikan masalah wakaf kepada masyarakat luar.
Melalui wakaf harta yang dikumpulkan dari masyarakat itu sendiri. Akan dibangun masjid dan saran pendidikan. wakaf lebih ke infrastruktur dan bisa juga menjadi keterampilan, serta bisnis atau pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat.
“Melalui wakaf pembangunan sarana bukan hanya kewajiban pemerintah tapi semua umat yang ada. Sehingga kemakmuran dan kesejahteraan dapat dirasakan bersama,” tandasnya. (Nata)